Rabu, 03 Oktober 2012

Bandara




Aku menyukai senja, karena ada pergulatan merah,biru dan jingga disana.
Senada dengan hatiku yang mencipta aku ,dia dan kamu.
Kamu adalah jinggaku, seseorang yang  mengisi sudut hati yang sepertinya memang tercipta untukmu. Bertahun kamu disana, mencipta perasaan stagnan dalam jiwaku.kadang kamu hadir menyata ketika aku rindu,sekedar melihat keadaanku dan kemudian entah kemana. Sedangkan dia, dia adalah merah,datang baru-baru ini, mengisi ruang hati yang kubiarkan kosong. Mencipta romansa yang entah darimana datangnya. Itulah kalian , jingga dan merah dalam hatiku, sedangkan aku, hanyalah biru tempat kalian bersemayam melukis senja.
Aku tak tahu senja itu didominasi warna apa? Entah merah atau jingga? Namun aku tak pernah lelah bertanya, tak pernah berhenti mencari jawabnya.

Aku duduk di sudut sebuah bandara, dari sudut ini aku dapat melihat keseluruhan isi bandara dengan leluasa. Tak ada yang menghalangi. seperti aku memang ditempatkan untuk menyaksikan.menyaksikan apa? Aku tak tahu,seperti juga  Aku tak tahu mengapa harus bandara tempat aku menikmati senja kali ini? Mungkin karena aku menganggap bahwa hidup adalah perjalanan. Ya bagiku hidup adalah rangkaian perjalanan,yang bergerak dari setiap perhentian ke perhentian lain, terus seperti itu sampai akhirnya kita tiba di perhentian tempat segalanya bertepi. Dalam sebuah perjalanan itu kita akan menemukan dan dipertemukan. Kita akan menemukan peristiwa-peristiwa, menjalani proses-proses dan memaknainya. Kita akan  dipertemukan dengan orang-orang kemudian dipisahkan, kemudian dipertemukan lagi,kemudian dipisahkan. Seperti ketika aku bertemu kamu dan kita dipisahkan.ada kekuatan yang entah bernama apa yang membuat kita tak bisa berdekatan. Aku bersedih, kamu bersedih, tapi hidup terus berjalan menggerus kita yg memilih diam.aku tak punya pilihan,kamu tak diberi pilihan. Jadilah kita sepasang kekasih yang kelimpungan mencari jalan lain yang tak pernah ada.

perjalanan itu juga membawa kita menemukan terminal, stasiun serta bandara,semua itu  adalah tempat perhentian. Dimana kita diberi waktu untuk berkontemplasi, bercermin dengan proyeksi diri kita sendiri. Disana kita diberi beberapa tiket,setiap tiket memiliki tujuan yang berbeda.kita diberi kesempatan untuk memilih tujuan mana yang akan kita ambil. Hidup selalu memberi pilihan-pilihan, terkadang sederhana, terkadang rumit, dan sering juga pilihan itu hanya satu bukan?

Aku selalu berasumsi bahwa terminal adalah sebuah perhentian untuk tujuan hidup yang kecil, stasiun untuk yang sedang dan bandara adalah untuk sesuatu yang besar. Benarkah seperti itu? Jika iya, maka sekarang aku akan berhadapan dengan sesuatu pilihan yang besar.tapi apa? Entah aku belum tahu.

Di bandara ini aku merasakan sebuah konfigurasi perasaan yang menarik, tiba-tiba datang seurat sedih, air mataku menetes tiba-tiba, kemudian dengan cepat datang sebersit tawa, aku terpingkal tanpa bisa berhenti. Disaat lain ada kecewa,kesepian,kerinduan. Semua berganti dan akhirnya meramu menjadi sesuatu yang entah bernama apa. Disela konfigurasi itu ada kelegaan yang asing.kelegaan yang belum pernah aku rasakan.

Disudut kanan tempat aku duduk, aku melihat seorang pria yang dipeluk oleh wanita, wanita itu menangis, air mata membasahi pipinya, namun wajahnya tak menyiratkan kepedihan, melainkan kelegaan, kelegaan yang sama juga terlihat dari raut pria. Pria itu kemudian melepas pelukan sang wanita, karena disampingnya telah menunggu wanita lain yang telah siap menghambur memeluknya. Pelukan ini menyebarkan kebahagian, juga sekali lagi kelegaan, tapi ini kelegaan karena telah menemukan sesuatu yang lama dinanti. Disaat mereka meng-eratkan pelukan, wanita pertama tadi tersenyum dan melangkah pergi.

Disudut lain, tepatnya sebelah kiri, adalah tempat penjualan tiket. Beberapa orang mengantri disana, namun tak ada raut kesal diantara mereka, semua menikmati berada disini. Sampai tiba-tiba seorang pembeli menghambur ke depan dan mencium penjual tiket, tak ada raut kaget, yang ada hanya sekali lagi, raut kelegaan karena telah menemukan sesuatu yang ditunggu. Kemudian aku tersenyum, aku sapu setiap pemandangan dan peristiwa yang ada disana, ternyata semua berpasangan, ada yang muda, ada yang renta. Mereka menemu peristiwa berbeda, menjalani laku berbeda,tapi kelegaannya sama. Akhirnya sama. bahagia.
Menurutku bandara ini adalah penghentian tentang cinta, tentang memilih seseorang. Tentang bersua dengan jiwa yang searah.tentang kamu atau dia.

Aku menghela perlahan ternyata hanya aku yang sendiri.dan entah kenapa kemudian seluruh otakku diisi kamu, setiap sentinya, setiap depa dan jengkalnya. Pikiranku menelusuk jauh ke saat kita bersama, dulu ketika romansa hanya pelengkap dalam kisah kita yang muda. Aku,kamu tak tahu dan tak siap, ketika tiba-tiba cinta ini menyapa.langsung mengulum dan menyetubuhi jiwaku dan jiwa kamu. Menghujam hatiku dan hatimu.Aku tersenyum sendiri, sampai akhirnya rangkaian kenangan itu membawaku pada hari - hari terakhir ini. Entah kenapa, aku merasa kamu akan hadir lagi dalam hidupku, bukan hanya untuk menyapa dan lalu pergi, tapi untuk menetap, untuk mengamini keberadaan kita. Untuk bersemayam selamanya,memiliki keseluruhan hatiku. Dalam kepenuhan pikiranku tentang kamu,tiba-tiba dia mengagetkanku, menyadarkanku bahwa sebagian hatiku telah diisi olehnya. Sungguh aku ingin seutuhnya kamu yang bersemayam mengisi hatiku. Keraguan itu muncul lagi, sesak itu menyeracau menghantam dadaku. Aku ingin menangis, ingin berteriak karena pilihan ini begitu sulit. Kamu beberapa saat lagi hampir nyata, disaat bersamaan kesempatan itu tak seutuh yang ada.ini salahku, karena tak menunggu.
Ketika pikiranku disibukan kamu.tiba-tiba ada kamu disana, didepanku. Menatapku. Aku tahu tatapan itu. Aku telah menghapalnya, tatapan yang menembus tepat di hatiku,tempat selama ini kamu bersemayam. Dan entah mengapa ada dia juga disampingmu. Merangkul pundakmu, seakan kalian telah berkenalan. Aku sedikit kebingungan, jiwaku coba tetap menapak pada bumi yang kupijak, tapi tetap mengawang. aneh namun menyenangkan, Bukankah kalian tak saling mengenal kataku dalam hati. Ada apa ini? Apakah TUHAN telah memajukan kiamat lebih cepat dari jadwalnya? Setidaknya untuk hatiku. Setidaknya untuk cintaku. Akankah aku kehilangan kamu? Akankah dia minta aku menghapus kamu dan mengenyahkannya dari ruang kecil hatiku itu?haruskah aku berjalan tanpa ada kamu lagi menebarkan cinta sederhana yang membuat jiwaku kuat. Ketakutan memburu aku, membuatku seaakan terjatuh, jauh dan tinggi.
Kemudian dia mengajakku berdiri, memposisikan aku didepanmu. Dia menyatukan tangan kita, kita kini berpegangan, kemudian kita berpelukan.pelukan yang selama ini aku rindu, pelukan yang selama ini aku reka dan aku cipta.untuk pelukan inilah aku ada.untuk inilah aku hidup dan bertemu kamu lagi.inilah eksistensi keberadaanku,esensi jiwa dan hatiku.  Dan… Ketakutan itu sirna, tinggal  kelegaan, aku merasakan sebuah penantian yang terbayar dengan menemukan seseorang yang benar. Aku merasakan pelukan tanpa pretensi.aku merasakan cinta tanpa dibebat dan dipaksa.cinta yang sederhana itu.aku merasakan kasih sayang yang mengalir, hati yang tak terbendung. Merasakan aliranmu dan aliranku yang terus berdekatan. aku tak mau terlepas dari kamu.dari pelukan ini, biarlah waktu membeku saat itu.biarlah TUHAN mencipta abadi, Agar semua ini terekam secara sempurna.agar setiap jengkalnya menyatu dengan kenangan.agar waktu kita yang kemarin terbuang terbayar dengan mengagumkan.
Air mataku menetes, bukan tetes kesedihan melainkan tetes kelegaan. Sesaat aku melihat dia tersenyum, kemudian melangkah meninggalkan aku dan kamu. Aku pejamkan mata, kamu berbisik “bukankah perpisahan dalah awal dari sebuah pertemuan, bukankah perpisahan adalah awal pencarian dan menemukan? Kita telah bertemu lagi, jadi jangan lepaskan aku untuk kedua kalinya”
ah sepertinya senja memang jingga,merah hanyalah sebersit yang sekemudian hilang, maka jingga dan biru melebur gelap dan terang. Seperti aku dan kamu melebur dalam kita, dan dia adalah sebersit yang menawan, yang cukup memberi warna sebentar kemudian hilang.

Sesaat kemudian aku terbangun disebuah pagi yang menjingga. Disebuah raungan cahaya matahari yang entah kenapa juga merona jingga. Hatiku berbisik aku pilih kamu.jiwaku telah menggenap karena kamu.

Kali ini bandara memberiku pilihan tentang kamu.tentang dia. Tentang cinta. Esok? Aku tak tahu. Kita tak pernah benar-benar tahu.

by: novel Infinetly Yours

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...