Aku menyukai senja, karena ada pergulatan merah,biru dan jingga disana.
Senada dengan hatiku yang mencipta aku ,dia dan kamu.
Kamu adalah jinggaku, seseorang yang mengisi sudut hati yang sepertinya memang tercipta untukmu. Bertahun kamu disana, mencipta perasaan stagnan dalam jiwaku.kadang kamu hadir menyata ketika aku rindu,sekedar melihat keadaanku dan kemudian entah kemana. Sedangkan dia, dia adalah merah,datang baru-baru ini, mengisi ruang hati yang kubiarkan kosong. Mencipta romansa yang entah darimana datangnya. Itulah kalian , jingga dan merah dalam hatiku, sedangkan aku, hanyalah biru tempat kalian bersemayam melukis senja.
Aku tak tahu senja itu didominasi warna apa?
Entah merah atau jingga? Namun aku tak pernah lelah bertanya, tak pernah
berhenti mencari jawabnya.
Aku duduk di sudut sebuah bandara, dari sudut
ini aku dapat melihat keseluruhan isi bandara dengan leluasa. Tak ada
yang menghalangi. seperti aku memang ditempatkan untuk
menyaksikan.menyaksikan apa? Aku tak tahu,seperti juga Aku
tak tahu mengapa harus bandara tempat aku menikmati senja kali ini?
Mungkin karena aku menganggap bahwa hidup adalah perjalanan. Ya bagiku
hidup adalah rangkaian perjalanan,yang bergerak dari setiap perhentian
ke perhentian lain, terus seperti itu sampai akhirnya kita tiba di
perhentian tempat segalanya bertepi. Dalam sebuah perjalanan itu kita
akan menemukan dan dipertemukan. Kita akan menemukan
peristiwa-peristiwa, menjalani proses-proses dan memaknainya. Kita akan dipertemukan
dengan orang-orang kemudian dipisahkan, kemudian dipertemukan
lagi,kemudian dipisahkan. Seperti ketika aku bertemu kamu dan kita
dipisahkan.ada kekuatan yang entah bernama apa yang membuat kita tak
bisa berdekatan. Aku bersedih, kamu bersedih, tapi hidup terus berjalan
menggerus kita yg memilih diam.aku tak punya pilihan,kamu tak diberi
pilihan. Jadilah kita sepasang kekasih yang kelimpungan mencari jalan
lain yang tak pernah ada.
perjalanan itu juga membawa kita menemukan terminal, stasiun serta bandara,semua itu adalah
tempat perhentian. Dimana kita diberi waktu untuk berkontemplasi,
bercermin dengan proyeksi diri kita sendiri. Disana kita diberi beberapa
tiket,setiap tiket memiliki tujuan yang berbeda.kita diberi kesempatan
untuk memilih tujuan mana yang akan kita ambil. Hidup selalu memberi
pilihan-pilihan, terkadang sederhana, terkadang rumit, dan sering juga
pilihan itu hanya satu bukan?
Aku selalu berasumsi bahwa terminal adalah
sebuah perhentian untuk tujuan hidup yang kecil, stasiun untuk yang
sedang dan bandara adalah untuk sesuatu yang besar. Benarkah seperti
itu? Jika iya, maka sekarang aku akan berhadapan dengan sesuatu pilihan
yang besar.tapi apa? Entah aku belum tahu.
Di bandara ini aku merasakan sebuah
konfigurasi perasaan yang menarik, tiba-tiba datang seurat sedih, air
mataku menetes tiba-tiba, kemudian dengan cepat datang sebersit tawa,
aku terpingkal tanpa bisa berhenti. Disaat lain ada
kecewa,kesepian,kerinduan. Semua berganti dan akhirnya meramu menjadi
sesuatu yang entah bernama apa. Disela konfigurasi itu ada kelegaan yang
asing.kelegaan yang belum pernah aku rasakan.
Disudut kanan tempat aku duduk, aku melihat
seorang pria yang dipeluk oleh wanita, wanita itu menangis, air mata
membasahi pipinya, namun wajahnya tak menyiratkan kepedihan, melainkan
kelegaan, kelegaan yang sama juga terlihat dari raut pria. Pria itu
kemudian melepas pelukan sang wanita, karena disampingnya telah menunggu
wanita lain yang telah siap menghambur memeluknya. Pelukan ini
menyebarkan kebahagian, juga sekali lagi kelegaan, tapi ini kelegaan
karena telah menemukan sesuatu yang lama dinanti. Disaat mereka
meng-eratkan pelukan, wanita pertama tadi tersenyum dan melangkah pergi.
Disudut lain, tepatnya sebelah kiri, adalah
tempat penjualan tiket. Beberapa orang mengantri disana, namun tak ada
raut kesal diantara mereka, semua menikmati berada disini. Sampai
tiba-tiba seorang pembeli menghambur ke depan dan mencium penjual tiket,
tak ada raut kaget, yang ada hanya sekali lagi, raut kelegaan karena
telah menemukan sesuatu yang ditunggu. Kemudian aku tersenyum, aku sapu
setiap pemandangan dan peristiwa yang ada disana, ternyata semua
berpasangan, ada yang muda, ada yang renta. Mereka menemu peristiwa
berbeda, menjalani laku berbeda,tapi kelegaannya sama. Akhirnya sama.
bahagia.
Menurutku bandara ini adalah penghentian
tentang cinta, tentang memilih seseorang. Tentang bersua dengan jiwa
yang searah.tentang kamu atau dia.
Aku menghela perlahan ternyata hanya aku yang
sendiri.dan entah kenapa kemudian seluruh otakku diisi kamu, setiap
sentinya, setiap depa dan jengkalnya. Pikiranku menelusuk jauh ke saat
kita bersama, dulu ketika romansa hanya pelengkap dalam kisah kita yang
muda. Aku,kamu tak tahu dan tak siap, ketika tiba-tiba cinta ini
menyapa.langsung mengulum dan menyetubuhi jiwaku dan jiwa kamu.
Menghujam hatiku dan hatimu.Aku tersenyum sendiri, sampai akhirnya
rangkaian kenangan itu membawaku pada hari - hari terakhir ini. Entah
kenapa, aku merasa kamu akan hadir lagi dalam hidupku, bukan hanya untuk
menyapa dan lalu pergi, tapi untuk menetap, untuk mengamini keberadaan
kita. Untuk bersemayam selamanya,memiliki keseluruhan hatiku. Dalam
kepenuhan pikiranku tentang kamu,tiba-tiba dia mengagetkanku,
menyadarkanku bahwa sebagian hatiku telah diisi olehnya. Sungguh aku
ingin seutuhnya kamu yang bersemayam mengisi hatiku. Keraguan itu muncul
lagi, sesak itu menyeracau menghantam dadaku. Aku ingin menangis, ingin
berteriak karena pilihan ini begitu sulit. Kamu beberapa saat lagi
hampir nyata, disaat bersamaan kesempatan itu tak seutuh yang ada.ini
salahku, karena tak menunggu.
Ketika pikiranku disibukan kamu.tiba-tiba ada
kamu disana, didepanku. Menatapku. Aku tahu tatapan itu. Aku telah
menghapalnya, tatapan yang menembus tepat di hatiku,tempat selama ini
kamu bersemayam. Dan entah mengapa ada dia juga disampingmu. Merangkul
pundakmu, seakan kalian telah berkenalan. Aku sedikit kebingungan,
jiwaku coba tetap menapak pada bumi yang kupijak, tapi tetap mengawang.
aneh namun menyenangkan, Bukankah kalian tak saling mengenal kataku
dalam hati. Ada apa ini? Apakah TUHAN telah memajukan kiamat lebih cepat
dari jadwalnya? Setidaknya untuk hatiku. Setidaknya untuk cintaku.
Akankah aku kehilangan kamu? Akankah dia minta aku menghapus kamu dan
mengenyahkannya dari ruang kecil hatiku itu?haruskah aku berjalan tanpa
ada kamu lagi menebarkan cinta sederhana yang membuat jiwaku kuat.
Ketakutan memburu aku, membuatku seaakan terjatuh, jauh dan tinggi.
Kemudian dia mengajakku berdiri, memposisikan
aku didepanmu. Dia menyatukan tangan kita, kita kini berpegangan,
kemudian kita berpelukan.pelukan yang selama ini aku rindu, pelukan yang
selama ini aku reka dan aku cipta.untuk pelukan inilah aku ada.untuk
inilah aku hidup dan bertemu kamu lagi.inilah eksistensi
keberadaanku,esensi jiwa dan hatiku. Dan… Ketakutan itu sirna, tinggal kelegaan,
aku merasakan sebuah penantian yang terbayar dengan menemukan seseorang
yang benar. Aku merasakan pelukan tanpa pretensi.aku merasakan cinta
tanpa dibebat dan dipaksa.cinta yang sederhana itu.aku merasakan kasih
sayang yang mengalir, hati yang tak terbendung. Merasakan aliranmu dan
aliranku yang terus berdekatan. aku tak mau terlepas dari kamu.dari
pelukan ini, biarlah waktu membeku saat itu.biarlah TUHAN mencipta
abadi, Agar semua ini terekam secara sempurna.agar setiap jengkalnya
menyatu dengan kenangan.agar waktu kita yang kemarin terbuang terbayar
dengan mengagumkan.
Air mataku menetes, bukan tetes kesedihan
melainkan tetes kelegaan. Sesaat aku melihat dia tersenyum, kemudian
melangkah meninggalkan aku dan kamu. Aku pejamkan mata, kamu berbisik
“bukankah perpisahan dalah awal dari sebuah pertemuan, bukankah
perpisahan adalah awal pencarian dan menemukan? Kita telah bertemu lagi,
jadi jangan lepaskan aku untuk kedua kalinya”
ah sepertinya senja memang jingga,merah
hanyalah sebersit yang sekemudian hilang, maka jingga dan biru melebur
gelap dan terang. Seperti aku dan kamu melebur dalam kita, dan dia
adalah sebersit yang menawan, yang cukup memberi warna sebentar kemudian
hilang.
Sesaat kemudian aku terbangun disebuah pagi
yang menjingga. Disebuah raungan cahaya matahari yang entah kenapa juga
merona jingga. Hatiku berbisik aku pilih kamu.jiwaku telah menggenap
karena kamu.
Kali ini bandara memberiku pilihan tentang
kamu.tentang dia. Tentang cinta. Esok? Aku tak tahu. Kita tak pernah
benar-benar tahu.
by: novel Infinetly Yours
by: novel Infinetly Yours
Tidak ada komentar:
Posting Komentar